Tulisan ini terinspirasi dari artikel Mariska Lubis ( klik ML), yang mengingatkan para pria yang selama ini merasa tergolong pria biasa tapi ternyata memiliki potensi dan kekuatan tersembunyi yang bisa diaktualisaikan untuk menjadi pria luar biasa. Kekuatan itu terletak dalam dari hati nurani yang memancar keluar dan teraktualisasi dalam wujud kepedulian.
Pria biasa yang sangat peduli, bila dilihat perempuan dari kacamata yang penuh dengan cinta, bisa menjadi pria yang benar-benar luar biasa. Wahai para pria di luar sana ! Jangan pernah merasa menjadi biasa hanya karena merasa sangat biasa. Semua bisa menjadi luar biasa bila naluri dan hati sudah bicara. Biarkan diri kalian menjadi pria luar biasa di hatinya. Demikian Mariska Lubis mengakhiri tulisannya.
Kalau Mariska menunjukkan tips pria biasa menjadi luar biasa dimata pasangan atau orang lain yang mencintainya, saya akan mencoba menawarkan tips pribadi biasa menjadi pribadi luar biasa dalam spektrum hubungan kemanusiaan yang lebih luas. Baik pria maupun wanita dengan latar belakang dan profesi apa pun.
Sebagai umat beragama, sebenarnya kita sering mendengar kisah pencapaian luar biasa yang dialami oleh para Nabi yang sering kita kenal dengan istilah mukjizat. Seperti peristiwa besar yang dialami Nabi Musa membelah dan menyeberangi laut merah dengan tongkatnya, banjir bandang semasa Nabi Nuh, kemampuan Nabi Isa untuk menghidupkan orang mati hingga peristiwa Isra’ Mi’raj yang dialami Nabi Muhammad s.a.w yang mengendarai buraq dan melesat terbang ke langit ketujuh.
Kisah mukjizat tersebut antara lain menyuguhkan pesan tentang kemampuan manusia mengatasi keterbatasan fisik dan halangan yang muncul di sekitarnya. Dengan memanfaatkan kekuatan akal fikiran dan hati nurani (nurani : cahaya ilahi), manusia biasa pun sebenarnya bisa melakukan pencapaian luar biasa meski tdak sefantastis mukjizat para nabi tersebut.
Seorang pejabat bisa dinilai memiliki pribadi yang luar biasa jIka dia bekerja dalam system birokrasi yang korup namun dia mampu konsisten tidak ikut korupsi. Seorang TKI bisa dinilai luar biasa jika ia mampu meningkatkan ekonomi dan taraf pendidikan keluarga bahkan lingkungan terdekatnya. Orang tua saya, juga saya nilai termasuk pribadi luar biasa, karena hanya petani dan pedagang kacil, namun bisa menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi. Seorang guru juga memiliki pribadi luar biasa jika ia konsisten mencerdaskan anak bangsa walau gaji dan fasilitas yang diterima belum memadai. Pengusaha juga memiliki pribadi luar biasa jika spirit bisnisnya bukan memakan keringat karyawan tapi ikut memberdayakan ekonomi keluarga karyawannya.
Banyak sekali contoh-contoh pencapaian luar biasa di lingkungan kita dari seorang pribadi yang merasa sebagai orang biasa. Namun yang bisa digaris bawahi adalah, tolok ukur luar biasa tersebut bisa dilihat dari sejauh mana kemampuan kita memberi manfaat sebanyak mungkin kepada orang lain. Dalam bahasa agama, pribadi luar biasa adalah orang beriman yang mampu memancarkan imannya menjadi amal shaleh. Iman yang berimpilikasi pada kepedulian dalam bentuk proyek kemanusiaan. Orang yang baik adalah yang mampu memberi manfaat sebanyak mungkin kepada orang lain dan terus menerus berusaha meningkatkan kualitas, kuantitas dan eskalasinya.
Walau pencapaian luar biasa itu bisa diusahakan dengan cara biasa, namun masih banyak orang yang tak sadar akan kekuatan yang ada pada dirinya (akal dan nurani) sehingga tidak terus menerus berupaya mencapainya. Sebagian diantara kita masih ada yang belum mampu atau tidak kuasa memahami dan membedakan antara kenyataan, angan-angan dan tujuan. Contoh paling kongkrit, kalau ada seratus,seribu bahkan sejuta orang dengan latar belakang agama apapun dan sedang berkumpul di lapangan. Coba berdiri di panggung mirip politisi kampanye, ambil microphone lewat pengeras suara dan tanyakan : “Siapa diantara kita yang kelak tidak ingin masuk masuk surga? Tolong angkat tangan tunjuk jari.” Saya yakin semua khalayak yang hadir tidak ada yang tunjuk jari. Demikian kalau kita tanyakan siapa yang anti syurga, hampir pasti tidak ada yang angkat tangan. Tapi kalau pertanyaannya dibalik, “ Siapa di antara kita yang kelak ingin masuk surga?” Saya yakin semua yang hadir kompak tunjuk jari sambil berteriak,”saya”. Akhiri pertanyaan itu dengan tantangan berikut :” Siapa di antara kita yang telah memiliki proyek kemanusiaan seperti konsisten membantu orang miskin, mencerdaskan anak bangsa atau memberdayakan ekonomi kaum duafa?”. Meski ada yang angkat tangan, saya yakin jumlahnya tidak sebanyak yang ingin masuk surga.
Ilustrasi tersebut menggambarkan, bahwa sebagian diantara kita masih ada yang belum paham dan mampu membedakan antara kenyataan, angan-angan dan tujuan. Bila mereka menjadikan surga sebagai tujuan hidup setelah mati, tentu harus dibarengi dengan adanya proyek kemanusiaan dalam kenyataan hidup sehari-hari. Tanpa proyek kemanusiaan, berarti surga yang dituju itu tak lebih sekedar angan-angan. Kata para pelaku bisnis, percuma saja anda memiliki konsep dan strategi bisnis yang brillian namun hanya di atas kerja dan tidak anda mulai dan praktekkan di lapangan. Bisnis brilllian hanya menjadi angan-angan di kepala. Percuma!
Ilustrasi di atas hanya sekedar logika untuk mempermudah memahami kenyataan, angan-angan dan tujuan. Meski Tuhan menjanjikan surga untuk orang yang berbuat baik, namun orang beriman dengan kualifikasi tertinggi, tidak menjadikan surga sebagai tujuan, tapi semata-mata ingin mencari ridla Tuhan. Kemampuan untuk konsisten melaksanakan proyek kemanusian dengan motivasi ridla Tuhan inilah yang saya maksud dengan pencapaian pribadi luar biasa dengan cara biasa. Masih sulitkah kita memulai menjadi pribadi luar biasa?***
Salam hangat dan tetap semangat
Imam Subari
0 komentar:
Posting Komentar